Minggu, 26 September 2010

JTMI (Jurusan Teknik Makin Islami)

Semerbak Wangi Surga Di Jurusan Teknik Mesin dan Industri 

Dipersembahkan untuk mereka yang mepunyai keyakinan penuh akan keutamaan setiap amal yang mereka persembahkan di ladang amal ini. Love you, all of SKI’s Mujahid and all of my sincerely brothers and sisters. Moga ikatan ukhuwan ini kan terus berhimpun padu. Bekerjalah!

 Sepercik Ibrah I

Siang hari itu seorang perempuan muda sedang duduk di atas sebuah papan yang cukup lebar, di sebuah terminal bus di sebuah Kabupaten Antah Barantah. Dia sedang menunggu kedatangan saudaranya yang sekitar 30-an menit lagi akan tiba di terminal bus itu. Waktu 30 menit memang waktu yang lumayan lama kalau hanya digunakan untuk bengong tanpa melakukan apapun.

“Ah sayang ni waktu, enaknya di pake ngapain ya?” Perempuan muda itu bertanya pada dirinya sendiri.

Seketika dia pun langsung mengarahkan matanya ke berbagai sudut yang ada di terminal itu. Maksudnya dia ingin mencari ide, barangkali ada sesuatu yang bisa dia kerjakan sambil menunggu kedatangan saudaranya.

“Aha, ternyata di sana ada tukang koran euy, beli koran aja ah.” Kata perempuan tersebut.

Dia pun langsung bangkit dari tempat duduknya dan seketika itu pula dia langsung berjalan menuju ke tempat tukang koran menjajakan koran-koranya.

“Mang beli koranya satu ya.”

“Oh iya Teh silahkan-silahkan.”

Tak lama kemudian koran itu pun sudah berada di genggaman perempuan muda itu. Head line koran itu sunggung menarik. Di sana tertulis Badai Kebangkitan Dakwah Terlihat Nyata di Jurusan Teknik Mesin dan Industri UGM. Ya, seperti itulah head line koran itu, sungguh menarik.

“Ah, tapi kalo cuma baca koran ga asik nih, beli kripik cemilan ah, biar bisa baca koran sambil makan cemilan.”

Tidak asik kalau hanya sekedar membaca koran, pikirnya. Perempuan muda itu pun memutuskan untuk membeli kripik terlebih dahulu sebelum ia kembali ke tempat duduknya. Setelah memberi kripik, ia pun bergegas kembali ke tempat duduknya semula. Dan ternyata di tempat duduk yang beberapa menit lalu ditinggalkannya sudah duduk pula seorang perempuan parauh baya. Sekedar basa-basi perempuan muda itu pun menyinggungkan sebuah senyuman kepada sang perempuan paruh baya sambil berkata,

Punten Bu, ngiring calik nya.

Oh, mangga-mangga Teh.” Balas sang perempuan paruh baya dengan begitu ramahnya.

Sang perempuan muda pun langsung duduk dan segera melahap lembar demi lembar koran yang baru saja dibelinya. Tak lupa pula dengan cemilan, dia juga melahap cemilan itu berasaman dengan melahap berita-berita yang ada di koran.

Ketika dia sedang enak-enaknya menikmati isi berita di koran dan kripik cemilannya, tiba-tiba dia dikagetkan dengan tingkah laku ibu paruh baya yang juga ikut-ikutan menyantap kripiknya tanpa izin terlebih dahulu.

“Lho, kenapa ni ibu tua, ikut-ikutan makan kripikku tanpa izin. Gak punya malu banget sih. Ni orang waras atau sakit ya?” Gemerutunya dalam hati. Selanjutnya dia mulai berpikir bahwa perempuan paruh baya itu rada-rada kurang sehat. Mencela, mencela, dan mencelanya lagi. Tapi sudah tentu si perempuan muda tidak berani meneriaki ibu paruh baya dengan cercaan-cercaan pedas yang berjibun di dalam hatinya. Sang perempuan muda hanya bisa membiarkan tingkah laku sang ibu paruh baya yang ia anggap tidak waras.

Waktu memang sangat cepat berlau. Sebuah bus angkutan umum baru saja tiba di terminal. Sang perempuan muda pun langsung mengarahkan matanya ke arah bus itu. Dan sesaat kemudian, setelah bus berhenti, dia pun mendapati seseorang yang semenjak tadi ia tunggu. Sesorang itu tentunya adalah saudaranya.

“Maat.. Mamat.. teteh di sini!” Katanya sambil melabaikan tangan kananya ke arah saudaranya itu.

“Hei, teteh!” Laki-laki muda yang bernama Mamat itu pun begitu girangnya ketika menjumpai saudarinya sedang melambai-lambaikan tangan ke arahnya. Memang sudah lama dua orang saudara itu tidak bertemu. Mamat pun segera menghampiri perempuan muda itu.

“Assalau’alaikum, damang Teh?” Sapa Mamat sambil mengangkat tangannya kananya, mengajak saudarinya untuk adu jotos tangan.

“Wa’alikumsalam, alhamdulillah, nya damang atuh!” Senyum yang indah pun pun terukir menghiasi wajah perempuan muda itu. Tak lupa dia juga menyambut tangan saudaranya yang terangkat itu dengan hal yang sama. Adu jotos tangan secara halus. Ya, seperti itulah mereka, ketika mereka bertemu.

“Ayo Teh, lansung pulang ajah, sudah kangen banget sama si mamah.”

“Ayo atuh!” balas perempuan muda yang ternyata kakaknya Mamat itu.

Sebelum bergegas pulang, sang perempuan muda masih teringat sama keripiknya yang sedari tadi juga ikut-ikutan dimakan oleh ibu paruh baya. Ia pun melirikan matanya ke arah tempat duduknya, namun ia tidak mendapati keripiknya ada di sana, begitu pula denga ibu paruh baya tadi. Ibu paruh baya tadi ternyata sudah pergi.

“Ah dasar, bener-bener orang sakit!” Cetus perempuan muda itu dalam hatinya.

“Ayo Mat, kita pulang ajah!”

“Lha, hayoo, dari tadi juga Mamat mah ngajak teteh pulang!”

Mereka berdua pun segera menaiki angpung (angkutan kampung) yang akan membawa mereka ke kampung yang di sana ada rumah mereka.

Di perjalanan menuju ke rumah, mereka berdua begitu ramenya menceritakan aktivitas mereka di perantauan mereka masing-masing. Sebetulnya tetehnya Mamat juga baru saja pulang dua hari yang lalu dari perantaunnya menuntut ilmu di sebuah kota yang jelas berbeda dengan Mamat. Mereka berdua sama-sama berstatus sebagai seorang mahasiswa.

Di sela-sela obrolan itu Mamat merasa gerah karena kondisi angkutan yang lumayan sumpek. Maklum lah, angkutan kampung. Beruntung waktu itu tidak ada penumpang yang membawa ayam, kambing, itik, dan hewan yang lainya. Padahal biasanaya suka ada penumpang yang membawa hewan peliharaan mereka yang pasti akan menambah ketidaknyamanan angkutan.

Teh, punya tisu ga, gerah banget nih.”

“Ada, sebentar ya.”

Seketika itu pula kakaknya Mamat langsung mengarahkan kedua tangannya ke arah tas mungil yang sedari tadi ia bawa. Lalu membuka tas itu secara dramatis.. Jreng.. jreng.. jreng.. he..he..

Sesaat setelah tas mungil itu terbuka, mulut perempuan muda itu hampir saja mangap terbuka dengan lebar. Dia kaget, keningnya berkerut, matanya melotot tajam karena melihat sebuah cemilan yang ada di dalam tasnya, lalu terdiam beberapa saat.

“Kenapa Teh, kok malah molohok gitu?” tanya Mamat yang juga ikut-ikutan bingung melihat tingkah laku saudarinya.

“Astaghfirullah, kok kripikku masih ada dalam tas ya, terus yang tadi kumakan kripiknya siapa?!”

Sesal, dia pun teringat ibu paruh baya yang tadi tersenyum ramah padanya. Berarti yang salah bukanlah ibu paruh baya, tetapi sang perempuan mudalah yang salah. Ya, karena dia lupa mengeluarkan kripik yang ia beli, dan keripik yang ia makan tadi adalah keripiknya si ibu paruh baya.

****

Sepercik Ibrah II

Alkisah, seorang pencari harta karun sedang berkelana ke sebuah hutan yang cukup lebat. Tujuannya sudah jelas, dia ingin memburu harta karun (ya iya lah, masak memburu jangkrik). Dia membawa sebuah alat pencari harta karun yang sangat canggih yang telah berhasil dibuatnya sendiri. Begitu pula dengan perbekalan, dia juga membawa bekal yang sangat lengkap.

Di dalam hutan itu dia menemukan sebuah gua. Alat canggih yang dibawanya pun berhasil mendeteksi bahwa di dalam gua itu terdapat banyak harta karun. Dia pun segera bergegas memasuki gua itu. Namun baru saja bebepa langkah memasuki gua, tiba-tiba kakinya langsung berhenti melangkah. Di dalam ternyata sangat gelap dan dia merasa takut kalau menuju ke sana sendirian.

Kala itu dia merasa bimbang, “Masuk ga yah, masuk ga yah?!”. Merenung, duduk, berdiri, jongkok, nungging, berpikir horor, berpikir optimis, dan lain sebagainya. Lama sekali dan lumayan membuang banyak waktu.

Namun alhamdulillah, akhirnya pikiran positif pun mendominasi kewarasan nalarnya.

“Ah, kalaupun toh di sana ada intan, emas, berlian, dan permata mesti itu hanya akan menjadi miliku semata. Bukan untuk yang lain. Ya, karena di sana hanya ada aku. Aku semata. Bismillahirramaanirrahim!”

Dengan penuh keyakinan dan kewaspadaan, dia pun mulai melangkahkan kembali kakinya. Hingga akhirnya, apa yang dia cari pun ia dapatkan. Allohuakbar! Hore..Hore..Eureka! I get it, I get it!

****

Sebuah Refleksi

Ikhwati fillah yang tulus dalam bekerja dan beramal!

Ikhwati fillah yang paham kenapa harus bekerja dan beramal!

Apa yang antum dapatkan dari dua percik cerita di atas?

Tidak hanya sebatas cerita tanpa makna apalagi sekedar narsis-narsisan membeberkan pikiran ngawur saja. Ya, di sana ada sebuah ibrah, refleksi, ceminan, eunteungan, dan bahasa sejenis lainya.

Terkadang, (bukan terkadang lagi, tapi ini merupakan sebuah keniscayaan) ketika kita bekerja di medan amal ini, kita merasa bekerja sendiri, berkeluh kesah sendiri, menyalahkan saudara kita yang absen tidak membersamai kita, menjust saudara kita yang salah dan lain sebagainya. Namun, ternyata setelah kita merenung dan berpikir jernih, sebetulnya kitalah yang bermasalah. Seperti cerita dalam Sepercik Ibrah I di atas. Awalnya si perempuan muda menganggap ibu paruh baya yang salah, tapi ternyata di akhir cerita si perempuan mudalah yang salah. Nyesel kan, kalau udah kayak gitu. Mari kita perbanyak menatap wajah kita yang polos ini.

Kalau pun toh kita memang bekerja sendiri, tidak ada teman yang membersamai kita dalam bekerja. Maka alangkah lebih baik kita tetap terus bekeja, bekerja, dan bekerja. Berjalan, berjalan, dan berjalan lagi. Karena, kalau pun toh di sana ada mutiara pahala yang sangat berharga, mesti itu hanya untuk kita semata, dan hanya akan menjadi milik kita semata. Ya, karena hanya kitalah mengerjakannya, hanya kitalah yang mengejarnya, tiada yang lain. Seperti seseorang dalam Sepercik Ibrah II di atas. Yakin, terus melangkah. Karena, kalaupun di dalam gua ada harta karun, mesti harta karun itu hanya akan menjadi miliknya semata, bukan orang lain yang tidak bersama dengannya.

****

Reportase Kisah Nyata dari Jurusan yang Di sana Tercium Wangi Surga, JTMI
Jurusanku Surgaku

Namanya adalah Tri Kurniawan, dia adalah kakak kelasku di jurusan yang di sana tercium wangi surga, JTMI. Dalam muktamar SKI yang dilaksanakn beberapa waktu yang lalu (26/06), ia dinobatkan sebagai kader SKI JTMI terbaik di kepengurusan angkatan sebelumku. Penghargaan itu diberikan bukan karena hal besar dan luar biasa yang telah dia kerjakan. Tapi karena loyalitasnya terhadap tugas yang telah diembankan padanya. Pekerjaan kecil yang terkadang disepelekan oleh banyak orang, namun ia tetap konsisten mengerjakannya. Meskipun terkadang dia merasa sendiri ketika bekerja, tapi dia terus bekerja, bekerja, dan bekerja. Pekerjaan kecil, sebatas penjaga kebersihan mushola, tapi dia berikan loyalitas penuhnya untuk menjalankan amanah itu. Orangnya pendiam, tidak banyak bicara, apalagi membual dusta. Sikapnya memang pantas untuk diteladani.

Dalam muktamar itu, dia diberi kesempatan untuk menyampaikan beberapa kalimat kebahagiaan di depan para peserta muktamar. Awalnya semua peserta riuh bergemuruh, ada yang bertepuk tangan, ada yang bilang “uuuuhhh..”, ada pula yang terdiam kagum.

Tapi ketika seorang Tri Kurniawan mulai angkat bicara, sontak semua peserta pun terdiam. Susana pun hening, dan instrumentasi Kitaro juga mulai mengalun (hehe.., ga deng).

Dia pun mulai bertutur dengan sedikit malu-malu dan raut muka yang berkaca-kaca, nampaknya dia ingin menangis. Kurang lebih, waktu itu dia menyampaikan kalimat ini,

“Terimakasih atas pengahargaanya, tetapi alangkah lebih baik ketika kita bekerja, kita bekerja secara bersama-sama, karena hasil yang didapat pun akan lebih optimal. Mohon maaf kalau selama ini mushollanya kurang bersih.” (Mohon maaf jika redaksi kalimatnya ada yang tidak sesuai dengan yang asli seperti yang disampaikannya). Kalimat terakhir dia sampaikan dengan nada suara yang agak tersendat-sendat, yakin dia sedang menahan air mata yang hendak tumpah membanjiri wajahnya yang penuh ketulusan itu. Subhanallah, sungguh sobat, kalimat itu membuat semua peserta terdiam membisu. Rasa kagum untuk kebersahajaanya dan kediaman, ternyata di JTMI ada sosok da’i yang luar buiasa seperti dia. Bekerja saja. Bekerja, bekerja, dan bekerja.

Dan Katakanlah: "Bekerjalah kamu, maka Allah dan Rasul-Nya serta orang-orang mukmin akan melihat pekerjaanmu itu, dan kamu akan dikembalikan kepada (Allah) Yang Mengetahui akan yang ghaib dan yang nyata, lalu diberitakan-Nya kepada kamu apa yang telah kamu kerjakan.” (At-Taubah: 105)

Reportase pun masih terus berlanjut sobat. Ada sebuah keyakinan yang teramat mendalam. Badai kebangkitan dakwah terlihat nyata di Jurusan Teknik Mesin dan Industri UGM. Ya, seperti itulah. Struktur SKI JTMI yang kokoh insya Allah sudah terbentuk. Kader dakwah yang penuh komitmen telah pulang ke jurusannya, kesadaran pun sudah bercokol di benak mereka. Lihatlah!, amatilah!, sebentar lagi jurusan kami akan menjadi jurusan yang hijau, semerbak wangi surga akan menaungi jurusan kami. Semoga.

Jurusan hijau, kata indah ini sempat terlontar dari mulut ketua jurusan kami ketika beliau menyampaikan sambutanya. “Kami siap menyokong orang-orang SKI dalam menjalankan proker-prokernya.” (Maaf lagi jika redaksi kalimatnnya berbeda dengan yang asli seperti yang beliau sampaikan, -orang yang beceloteh ini berlindung pada Alloh dari segala bentuk kedustaan yang ada dalam celotehan ini, maafin aku sobat-)

Jurusan hijau, Jurusanku surgaku. Bekerja, bekerja, dan bekerja. Ayo kita bekerja, persempit ruang untuk berdebat dan mencari-cari kesalahan saudara kita. Bekerjalah! Wallahu’alam.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar