Rabu, 23 Februari 2011

Rasulullah, Sang Manusia Terbaik (3)

الحمد لله الذي أرسل رسوله بالهدى ودين الحق، وأشهد أن لا إله إلا الله وحده لا شريك له، وأشهد أن محمدًا رسول الله صلى الله عليه وسلم تسليمًا كثيرًا

Sesungguhnya imam kita, panutan kita, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah seorang manusia sebagaimana kita. itu artinya, beliau adalah seorang hamba Allah yang juga merasakan sebagaimana yang manusia rasakan. Sebagaimana manusia yang pasti akan merasakan kematian, beliau pun mengalami hal yang sama juga. Allah berfirman,

إِنَّكَ مَيِّتٌ وَإِنَّهُمْ مَيِّتُونَ
“Sesungguhnya kamu akan mati dan sesungguhnya mereka akan mati (pula)” (QS. Az Zumar : 30)

Ketahuilah saudaraku seiman, sungguh terdapat banyak wasiat-wasiat yang Rasulullah sampaikan di akhir-akhir kehidupan beliau. Sungguh banyak pelajaran yang dapat kita ambil dari nasehat-nasehat yang beliau sampaikan. Maka ambillah pelajaran dan hikmah dari wasiat-wasiat yang beliau sampaikan wahai kaum muslimin!



Haji wada’

Ketika dakwah beliau sudah sempurna dan penyampaian risalah sudah selesai, ketika beliau sudah menanamkan ke dada-dada manusia bahwa hanya Allah yang berhak untuk disembah dengan tata cara yang sesuai risalah yang beliau bawa, seolah-olah beliau sudah memiliki firasat bahwa waktu beliau tinggal di dunia tidaklah lama lagi. Sampai-sampai Rasulullah ketika mengutus Mu’adz bin Jabal radhiyallahu ‘anhu ke Yaman pada tahun 10 H, beliau berpesan pada Mu’adz:

“Ya Mu’adz! Sesungguhnya boleh jadi engkau tidak akan bertemu denganku lagi setelah tahun ini, dan bisa jadi nanti engkau akan melewati masjidku ini dan juga kuburanku…”.

Maka Mu’adz bin Jabal radhiyallahu ‘anhu pun menangis medengar hal tersebut karena takut berpisah dengan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Wasiat-wasiat beliau di Padang Arafah

Jabir radhiyallahu ‘anhu berkata, “Sampai ketika matahari telah condong ke arah barat, beliau memerintahkan agar unta yang bernama al Qashwa (dihadirkan kepada beliau), kemudian dipasangkanlah pelana al Qashwa untuk beliau, lalu Nabi mendatangi tempat pertengahan antara dua bukit dan berkhutbah di hadapan orang-orang, beliau bersabda,

Sesungguhnya darah-darah kalian dan harta-harta kalian adalah haram atas kalian, sebagaimana haramnya hari kalian ini, di bulan kalian ini, dan di tanah tempat kalian ini.

Ketahuilah, segala sesuatu yang bersumber dari perkara-perkara jahiliyah adalah bertempat di bawah telapak kakiku (batil dan sudah tidak berlaku) dan (urusan) darah pada masa jahiliyah adalah batil dan sudah tidak berlaku.

Sesungguhnya darah pertama yang aku batalkan dan aku gugurkan dari darah-darah kita adalah darah Ibnu Rabi’ah bin Al Harits yang mana dia disusui di (perkampungan) Bani Sa’ad kemudian dibunuh oleh Hudzail.

Riba jahiliyah sudah tidak berlaku, dan riba pertama yang aku lenyapkan adalah riba ‘Abbas bin Abdul Muththalib, semuanya batal dan tidak berlaku.

Bertakwalah kalian kepada Allah dalam mempergauli perempuan (istri), karena kalian telah mengambil mereka (menjadikannya istri) dengan amanat dari Allah, dan kalian menghalalkan kemaluan (kehormatan) mereka dengan Kalimatullah.

Kewajiban mereka terhadap kalian adalah mereka tidak memberi kesempatan kepada seseorang yang engkau tidak sukai untuk menginjakkan kakinya di tempat tidur kalian. Apabila mereka melakukan yang demikian, maka pukullah mereka dengan pukulan yang tidak membahayakan.

Kewajiban kalian terhadap mereka adalah kalian harus memenuhi nafkah dan pakaian mereka dengan ma’ruf.

Sungguh aku telah meninggalkan di tengah-tengah kalian sesuatu yang kalian tidak akan tersesat setelahnya apabila kalian berpegang teguh dengannya, yaitu Kitabullah.

Kalian akan ditanya tentang aku, maka apakah yang akan kalian katakan?”

Mereka berkata, “Kami akan bersaksi  bahwa engkau telah menyampaikan (risalah), menunaikan serta memberikan nasihat”

Kemudian beliau bersabda dengan mengangkat jari telunjuknya ke langit, dan mengarahkannya pada orang-orang, ”Ya Allah, saksikanlah! Ya Allah, saksikanlah!” Beliau mengucapkannya tiga kali.” (HR. Muslim)

Pada hari Jum’at di Arafah, diturunkan kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:

الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ الْإِسْلَامَ دِينًا
“Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu” (QS. Al Maa-idah : 3)

Ini merupakan nikmat paling agung dari nikmat-nikmat Allah Ta’ala atas umat ini di mana Allah telah menyempurnakan untuk mereka agama mereka. Tidak ada sesuatu yang halal selain apa yang telah Allah dan Rasul-Nya halalkan dan tidak ada sesuatu yang haram selain apa yang telah Allah dan Rasul-Nya haramkan. Sungguh, ayat ini menjelaskan bahwa agama ini sudah tidak perlu mendapatkan tambahan ajaran apapun sehingga tidak perlu membuat ibadah-ibadah yang Allah dan Rasul-Nya tidak perintahkan karena sama saja ia menganggap agama ini belum sempurna!

Tatkala ayat ini turun, Umar bin Khattab radhiyallahu ‘anhu menangis. Kemudian beliau ditanya, “Apa yang membuatmu menangis?”. Umar menjawab, “Yang membuat aku menangis bahwasanya sebelum ini kita senantiasa mendapat tambahan (ajaran) dalam agama kita, adapun setelah (ajaran) agama itu sempurna, maka sesungguhnya tidak ada sesuatu yang sempurna, melainkan pasti akan ada kekurangan”. Seolah-olah Umar merasakan kematian Nabi tinggal sebentar lagi.

Wasiat beliau di tempat pelemparan jumrah

Jabir radhiyallahu ‘anhu berkata, “Aku melihat Nabi melempar jumrah dari atas untanya pada Hari Raya Kurban, beliau bersabda,

Hendaklah kalian menunaikan manasik (haji) kalian (sebagaimana aku menunaikan manasik hajiku), karena sesungguhnya aku tidak mengetahui boleh jadi aku tidak melaksanakan haji lagi setelah hajiku ini”(HR. Muslim)

Terdapat faedah penting dari hadits ini, yakni setiap ibadah yang kita lakukan haruslah sesuai dengan apa yang Rasulullah contohkan sehingga kita semua perlu belajar dan menuntut ilmu bagaimana tata cara ibadah yang Rasulullah ajarkan agar ibadah kita sesuai tuntunan beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Wasiat beliau ketika Hari Raya Kurban

Abu Bakrah radhiyallahu ‘anhu berkata, “Bahwasanya Nabi duduk di atas unta beliau, sedangkan seseorang memegang tali kendalinya, beliau berkhutbah di hadapan orang-orang, beliau bersabda,

“Apakah kalian tahu hari apakah ini?” Orang-orang menjawab, “Allah dan Rasul-Nya lebih mengetahui”. Kemudian beliau terdiam sehingga kami menyangka bahwa beliau akan menamakan hari itu dengan selain namanya. Beliau bersabda, “Bukankah ini Hari Nahr (Hari Raya Kurban)?” Kami menjawab, “Benar wahai Rasulullah”. Beliau bertanya, “Bulan apakah ini?” Kami menjawab, “Allah dan Rasul-Nya yang lebih mengetahui”. Kemudian beliau terdiam sehingga kami menyangka bahwa beliau akan menamakan bulan itu dengan selain namanya. Beliau bersabda, “Bukankah sekarang bulan Dzulhijjah?” Kami menjawab, “Benar wahai Rasulullah”. Beliau bertanya, “Negri manakah ini?” Kami menjawab, “Allah dan Rasul-Nya yang lebih mengetahui”. Kemudian beliau terdiam sehingga kami menyangka bahwa beliau akan menamakan negri itu dengan selain namanya. Beliau bersabda, “Bukankah ini Negri Haram (Mekkah)?” Kami menjawab, “Benar wahai Rasulullah”.

Beliau bersabda, “Sesungguhnya darah-darah kalian, harta-harta kalian, kehormatan-kehormatan kalian dan badan-badan kalian adalah suci dan mulia seperti kesucian dan kemuliaan hari kalian ini, di bulan kalian ini, dan di negri kalian ini.

Kalian akan menjumpai Pencipta kalian dan akan ditanyai tentang amal perbuatan kalian. Maka jangan sekali-kali kalian kembail ke dalam kekufuran atau kesesatan sepeninggalku, di mana sebagian kalian membunuh sebagian yang lain.

Ketahuilah, hendaklah orang yang hadir di antara kalian memberitahukan kepada yang tidak hadir. Boleh jadi orang yang diberi tahu lebih paham dari yang mendengar langsung (dariku). Ketahuilah, bukankah aku telah menyampaikan?

Kemudian beliau beranjak menuju dua ekor kambing amlah (yang warnanya putihnya lebih dominan daripada warna hitamnya), lalu menyembelih keduanya…” (HR. Bukhari dan Muslim)

Wasiat Rasulullah pada hari Tasyriq

Abu Umamah radhiyallahu ‘anhu berkata, “Aku telah mendengar Rasulullah bersabda sementara beliau berkhutbah di hadapan orang-orang di atas unta beliau al Jad’a pada waktu Haji Wada’, beliau bersabda,

Wahai sekalian manusia, taatlah kalian kepada Rabb kalian, tegakkanlah shalat lima waktu kalian, tunaikanlah zakat harta kalian, puasalah pada bulan Ramadhan kalian, dan taatilah pemimpin kalian, niscaya kalian akan memasuki surga Rabb kalian” (HR. Hakim)

Faedah penting pada hadits ini adalah menaati pemimpin adalah salah satu jalan menuju surga. Maka apa yang terjadi belakangan ini di mana rakyat memberontak dan menjatuhkan pemimpinnya sendiri, sesungguhnya  hal ini melanggar perintah Rasulullah! Selama pemimpin tersebut tidak memerintahkan kepada maksiat, maka tidak boleh kita memberontak kepada pemimpin! Siapa yang hatinya terbuka, niscaya ia akan melihat bahwa pemberontakan kepada pemimpin adalah menerjang larangan Rasulullah dan menimbulkan kerusakan yang sangat besar!! Pemberontakan yang diawali di satu Negara kini merembet ke banyak Negara sehingga menimbulkan kekacauan situasi negri tersebut. Ingat, taatilah pemimpin kalian (selama bukan dalam kemaksiatan), niscaya kalian akan memasuki surga Rabb kalian…

Awal mula sakit Rasulullah

Rasulullah pulang setelah menunaikan Haji Wada’ pada bulan Dzulhijjah, lalu beliau tinggal Di Madinah sampai bulan Shafar. Permulaan parahnya sakit beliau berawal saat beliau berada di rumah Maimunah, kemudian beliau meminta izin kepada istri-istri beliau agar beliau di rawat di rumah ‘Aisyah.

‘Aisyah berkata, “Sakit Rasulullah semakin parah, beliau bertanya,”Apakah orang-orang telah melaksanakan shalat?” Kami menjawab, “Belum, mereka sedang menunggumu wahai Rasulullah”. Beliau bersabda, “Siapkanlah untukku air di bejana!” Kami pun melaksanakannya.

Kemudian Rasulullah mandi, ketika hendak bangkit, beliau pingsan. Tak lama kemudian beliau sadar dan bertanya, “ Apakah orang-orang sudah melaksanakan shalat?” Kami menjawab, “Belum, mereka sedang menunggumu wahai Rasulullah”. Maka beliau bersabda, “Siapkanlah untukku air di bejana!” Kami pun melaksanakannya.

Kemudian Rasulullah (duduk) dan mandi, ketika hendak bangkit, beliau pingsan. Tak lama kemudian beliau sadar dan bertanya, “ Apakah orang-orang sudah melaksanakan shalat?” Kami menjawab, “Belum, mereka sedang menunggumu wahai Rasulullah”. Maka beliau bersabda, “Siapkanlah untukku air di bejana!” Kami pun melaksanakannya.

Kemudian Rasulullah (duduk) dan mandi, ketika hendak bangkit, beliau pingsan. Tak lama kemudian beliau sadar dan bertanya, “ Apakah orang-orang sudah melaksanakan shalat?” Kami menjawab, “Belum, mereka sedang menunggumu wahai Rasulullah”. ‘Aisyah berkata, “Pada saat itu orang-orang duduk di masjid menunggu Nabi untuk shalat isya”.

‘Aisyah berkata, “Kemudian Rasulullah mengirim utusan kepada Abu Bakar; (memerintahkannya) untuk shalat bersama orang-orang (sebagai imam). Kemudian datanglah utusan tersebut kepada Abu Bakar dan berkata, “Sesungguhnya Rasulullah memerintahkanmu untuk shalat bersama orang-orang (sebagai imam).” Abu Bakar –dia adalah laki-laki yang sangat lemah (perasa) hatinya- berkata, “Wahai Umar! Shalatlah bersama orang-orang (sebagai imam)”. Umar berkata, “Engkau lebih berhak untuk itu”. Maka Abu Bakar pun shalat mengimami orang-orang pada hari itu.

Kemudian Rasulullah merasakan penyakit pada dirinya berkurang, beliau pun keluar dengan dipapah oleh dua orang –salah satunya adalah al ‘Abbas- untuk melaksanakan shalat zhuhur, sementara Abu Bakar sedang melaksanakan shalat bersama orang-orang (sebagai imam). Pada saat Abu Bakar melihat beliau, Abu Bakar bergerak mundur, maka Rasulullah memberi isyarat kepadanya agar dia tidak mundur, beliau berkata kepada kedua orang (yang memapahnya), “Dudukkanlah aku di samping Abu Bakar!” Kemudian kedua orang itu mendudukkannya di samping Abu Bakar, maka Abu Bakar pun shalat dengan berdiri mengikuti shalat Nabi dan orang-orang pun shalat dengan mengikuti shalatnya Abu Bakar, sementara Nabi shalat dengan cara duduk” (HR. Bukhari dan Muslim, lafazhnya sebagian dari riwayat Bukhari dan sebagian dari riwayat Muslim)

Pelajaran penting dari hadits ini adalah bagaimana Rasulullah sangat memperhatikan masalah shalat. Maka jagalah shalat kita wahai kaum muslimin..! Dan jagalah shalat berjama’ah di masjid wahai anda semua yang mengaku laki-laki…!

Wasiat beliau 5 hari sebelum wafat

Jundab radhiyallahu ‘anhu berkata, “Aku telah mendengar Rasulullah bersabda, lima hari sebelum beliau wafat,

Sesungguhnya aku berlepas diri kepada Allah untuk mempunyai seorang khalil (kekasih) dari kalian, karena sesungguhnya Allah telah menjadikanku sebagai khalil-Nya sebagaimana Dia telah menjadikan Ibrahim sebagai khalil-Nya. Kalau seandainya aku boleh menjadikan salah seorang dari umatku sebagai khalilku, niscaya aku akan menjadikan Abu Bakar sebagai khalilku.

Ingatlah, sesungguhnya orang-orang sebelum kalian telah menjadikan kuburan para nabi dan orang-orang shalih sebagai masjid, maka ingatlah, janganlah kalian menjadikan kuburanku sebagai masjid, karena sesungguhnya aku melarang kalian dari melakukan yang demikian“ (HR. Muslim)

Bertambah parahnya sakit Rasulullah

Dari ‘Aisyah, ia berkata, “Tidak pernah aku melihat seorang pun yang lebih parah sakitnya dari Rasulullah” (HR. Bukhari dan Muslim)

Dari ‘Aisyah dan ‘Abdullah bin ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma, keduanya berkata, “Pada saat ajal Rasulullah hampir tiba, beliau segera menutupkan pakaian atas beliau ke atas wajahnya. Manakala beliau berkeringat, beliau membukanya dari wajahnya, kemudian bersabda dalam keadaan demikian,

“Laknat Allah atas orang-orang Yahudi dan Nasrani, mereka telah menjadikan kuburan para nabi mereka sebagai masjid-masjid (tempat beribadah).”

(Beliau mengatakan demikian) untuk memperingatkan apa yang telah mereka perbuat” (HR. Bukhari dan Muslim)

Dari ‘Aisyah, beliau berkata, “Sesungguhnya para keluarga Nabi saling bercerita di sisi Rasulullah pada saat sakit (yang mengantarkan kepada kematian beliau). Ummu Salamah dan Ummu Habibah menyebutkan tentang sebuah tempat ibadah (gereja) yang mereka lihat di negri Habasyah, di dalamnya terdapat patung-patung. Maka Rasulullah bersabda,

“Sesungguhnya mereka-mereka itu, apabila terdapat di kalangan mereka seorang laki-laki shalih, kemudian dia meninggal dunia, mereka membangun di atas kuburnya sebuah tempat ibadah dan membuat di dalamnya patung-patung tersebut. Mereka itulah seburuk-buruk makhluk di sisi Allah pada hari kiamat” (HR. Bukhari dan Muslim)

Shalat di kuburan, thawaf di kuburan, dan berdo’a kepada mayit (bukan mendo’akan, kalau mendo’akan mayit muslim tidak masalah-pen) adalah hal-hal yang dapat menjerumuskan seseorang kepada syirik akbar, yakni ketika  kuburan dijadikan tempat ibadah.

Dari Anas, ia berkata, “Kebanyakan wasiat Rasulullah ketika kematian menghadirinya adalah (ucapan beliau),
“(Jagalah) shalat, (jagalah) shalat, dan berlaku baiklah terhadap budak-budak kalian”

Sampai-sampai Rasulullah sesak dadanya sementara lisan beliau tidak henti-hentinya menyebutkan hal itu” (HR. Ahmad -dan ini lafazhnya- dan Ibnu Majah, shahih)

Ar Rafiq Al A’la

Dari ‘Aisyah, ia berkata, “Aku telah mendengar bahwasanya seorang nabi tidak akan meninggal dunia sehingga dia diberi dua pilihan antara dunia dan akhirat. Kemudian aku mendengar Nabi pada saat sakit yang mengantarkan kepada kematian beliau, sementara suara beliau sangat parah, beliau membaca firman Allah,

مَعَ الَّذِينَ أَنْعَمَ اللَّهُ عَلَيْهِمْ مِنَ النَّبِيِّينَ وَالصِّدِّيقِينَ وَالشُّهَدَاءِ وَالصَّالِحِينَ وَحَسُنَ أُولَئِكَ رَفِيقًا
“bersama-sama dengan orang-orang yang dianugerahi nikmat oleh Allah, yaitu: Nabi-nabi, para shiddiiqiin, orang-orang yang mati syahid, dan orang-orang saleh. Dan mereka itulah teman yang sebaik-baiknya” (QS. An Nisaa : 69)

Aisyah berkata, “Maka pada saat itu aku mengira beliau sedang diberi pilihan” (HR. Bukhari dan Muslim)

Dari ‘Aisyah, dia berkata,
“Sesungguhnya diantara nikmat Allah yang diberikan kepadaku adalah bahwasanya Rasulullah meninggal dunia di rumahku, pada hari giliranku, diantara dada dan leherku (dekapanku). Dan Allah mengumpulkan antara air liurku dengan air liurnya pada saat kematiannya.

Abdurrahman (bin Abu Bakar) masuk ke dalam rumahku dan di tangannya terdapat siwak, sementara aku menyandarkan Rasulullah (ke dadaku).(HR. Bukhari no. 4438) Kemudian aku melihat beliau memandang ke arahnya dan aku mengetahui bahwasanya beliau menyukai siwak, maka aku katakana kepadanya, ‘Apakah engkau ingin aku mengambilkannya untukmu?’ Maka beliau berisyarat dengan kepalanya yang berarti setuju.

Kemudian aku (mengambil) dan menggosoknya (pada mulut) beliau. Lalu beliau kesulitan dengannya, karena keras. Aku berkata kepadanya, ‘Apakah engkau ingin aku melunakkannya untukmu?’ Maka beliau berisyarat dengan kepalanya yang berarti setuju. Kemudian aku pun melunakkannya, (dalam sebuah riwayat disebutkan “kemudian aku pun memotongnya dengan ujung-ujung gigiku dan mengunyahnya) (HR. Bukhari no. 980). (Dalam riwayat lain disebutkan “kemudian aku pun memotongnya dengan ujung-ujung gigiku, mengunyah dan memperbagusnya, lalu aku serahkan kepada Nabi. Setelah itu beliau bersiwak dengannya. Aku tidak pernah melihat Rasulullah bersiwak dengan cara yang lebih indah daripada saat itu)(HR. Bukhari no. 4438)

Di hadapan beliau ada sebuah bejana atau ember yang berisi air, kemudian Rasulullah memasukkan kedua tangannya di air tersebut, dan membasuh mukanya dengannya, seraya bersabda,

“Tidak ada tuhan yang berhak disembah selain Allah. Sesungguhnya kematian itu mempunyai sekarat”

Kemudian beliau mengangkat tangannya seraya berkata,

“(Pertemukanlah aku) dengan Ar Rafiiq Al A’laa”

Sampai akhirnya beliau meninggal dunia dan tangan beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam terkulai” (HR. Bukhari dan Muslim)

إنا لله و إنا إليه راجعون

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam meninggal pada waktu dhuha di hari senin pada tanggal 12 Rabi’ul Awwal 11 H dalam usia 63 tahun ditambah 4 hari. (Ar Rahiiqul Makhtum hal. 564). Sedihlah kaum muslimin saat mengetahui wafatnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Sampai-sampai sebagian shahabat pada saat itu tidak mempercayai kabar wafatnya Rasulullah. Lalu Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu –khalifah selepas beliau- berkhutbah,

Amma ba’du. Barangsiapa diantara kalian menyembah Muhammad, maka Muhammad telah meninggal dunia. Barangsiapa yang menyembah Allah, maka sesungguhnya Allah Maha Hidup dan tidak mati…” (HR. Bukhari)

Setelah khutbah Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu, keadaan kaum muslimin mulai tenang setelah ditimpa musibah yang sangat besar. Sungguh indah ungkapan orang yang berkata,

Bersabarlah terhadap setiap musibah dan kokohlah

Ketahuilah, bahwasanya seseorang itu tidak akan hidup kekal

Apabila engkau mendapatkan musibah, maka ringankanlah ia

Ingatlah musibah Anda (yang ditinggal wafat) Nabi Muhammad

Selesailah apa yang dapat kami susun berupa risalah ringkas kehidupan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Sebagian besar tulisan ini mengutip buku Syaikh Sa’id bin Ali bin Wahf Al Qahthani yang dalam edisi Indonesia berjudul “Pesan-pesan Rasulullah Menjelang Wafat” yang diterbitkan Pustaka Darul Haq. Kami nasehatkan agar antum membaca buku yang penuh dengan wasiat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ini, penuh dengan hikmah dan pelajaran sehingga kita bisa mengambil manfaat dari wasiat yang Rasulullah sampaikan. Semoga tulisan ini bermanfaat bagi saya peribadi dan kaum muslimin.

والحمد لله وحده وصلى الله على سيدنا محمد وآله وصحبه وسلم تسليما

Tidak ada komentar:

Posting Komentar