Dari Abi Burdah, ia melihat Ibnu ‘Umar dan seorang penduduk Yaman yang sedang thawaf di sekitar Ka’bah sambil menggendong ibunya di punggungnya. Orang itu bersenandung,
إِنِّي لَهَا بَعِيْرُهَا الْمُـذِلَّلُ - إِنْ أُذْعِرْتُ رِكَابُهَا لَمْ أُذْعَرُ
Sesungguhnya diriku adalah tunggangan ibu yang sangat patuh.
Apabila tunggangan yang lain lari, maka aku tidak akan lari.
ثُمَّ قَالَ : ياَ ابْنَ عُمَرَ أَتَرَانِى جَزَيْتُهَا ؟ قَالَ : لاَ وَلاَ بِزَفْرَةٍ وَاحِدَة
Orang itu lalu berkata, “Wahai Ibnu Umar apakah aku telah membalas budi kepadanya?” Ibnu Umar menjawab, “Engkau belum membalas budinya, walaupun setarik napas yang ia keluarkan ketika melahirkan.” (Adabul Mufrod no. 11. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih secara sanad)
Allah Ta’ala berfirman dalam kitab-Nya yang mulia:
أَلَمْ نَخْلُقْكُمْ مِنْ مَاءٍ مَهِينٍ (20) فَجَعَلْنَاهُ فِي قَرَارٍ مَكِينٍ (21) إِلَى قَدَرٍ مَعْلُومٍ (22) فَقَدَرْنَا فَنِعْمَ الْقَادِرُونَ
“Bukankah Kami menciptakan kamu dari air yang hina. Kemudian Kami letakkan dia dalam tempat yang kokoh (rahim). Sampai waktu yang ditentukan. Lalu Kami tentukan (bentuknya). Maka Kami-lah sebaik-baik yang menentukan. “ (QS. Al Insan : 20-23)
وَوَصَّيْنَا الْإِنْسَانَ بِوَالِدَيْهِ حَمَلَتْهُ أُمُّهُ وَهْنًا عَلَى وَهْنٍ وَفِصَالُهُ فِي عَامَيْنِ أَنِ اشْكُرْ لِي وَلِوَالِدَيْكَ إِلَيَّ الْمَصِيرُ
“Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu- bapanya; ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah- tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepadaKu dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu” (QS. Luqman : 14)
عن أبي هريرة رضي الله عنه قال: جاء رجل إلى رسول الله صلى الله عليه وسلم فقال: يا رسول الله من أحقّ بحسن صحابتي؟ قال: «أمّك» ، قال: ثمّ من؟ قال: «أمّك» ، قال: ثم من؟ قال: «أمّك» ، قال: ثمّ من؟ قال: «أبوك» . [رواه البخاري ومسلم]
“Wahai Rasulullah, siapakah orang yang paling berhak untuk kupergauli dengan baik?” Beliau berkata, “Ibumu.” Laki-laki itu kembali bertanya, “Kemudian siapa?”, tanya laki-laki itu. “Ibumu”, jawab beliau, “Kemudian siapa?” tanyanya lagi. “Kemudian ayahmu”, jawab beliau.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)
Wahai ibu dan ayahku, hak kalian begitu besar sampai-sampai Allah Subhanahu wa Ta’ala menggandengkan perintah berbakti kepada kalian dengan perintah yang paling agung yang merupakan tujuan diciptakannya manusia, yakni beribadah kepada Allah Ta’ala dan tidak menyekutukan-Nya. Allah berfirman :
وَقَضَى رَبُّكَ أَلَّا تَعْبُدُوا إِلَّا إِيَّاهُ وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا
“Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya” (QS. Al Israa : 23)
Ibu dan ayah rahimakumallahu, setelah sedikit belajar tentang agama yang mulia ini, aku tahu bahwa berbakti pada kalian merupakan salah satu amalan yang dicintai Allah. Kita dapat melihat pada hadits dari sahabat ‘Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu. Beliau mengatakan,
سَأَلْتُ النَّبِىَّ – صلى الله عليه وسلم – أَىُّ الْعَمَلِ أَحَبُّ إِلَى اللَّهِ قَالَ « الصَّلاَةُ عَلَى وَقْتِهَا » . قَالَ ثُمَّ أَىُّ قَالَ « ثُمَّ بِرُّ الْوَالِدَيْنِ » .قَالَ ثُمَّ أَىّ قَالَ « الْجِهَادُ فِى سَبِيلِ اللَّهِ » . قَالَ حَدَّثَنِى بِهِنَّ وَلَوِ اسْتَزَدْتُهُ لَزَادَنِى
“Aku bertanya pada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, ‘Amal apakah yang paling dicintai oleh Allah ‘azza wa jalla?’ Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, ‘Shalat pada waktunya’. Lalu aku bertanya, ‘Kemudian apa lagi?’ Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan, ‘Kemudian berbakti kepada kedua orang tua.’ Lalu aku mengatakan, ‘Kemudian apa lagi?’ Lalu beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan, ‘Berjihad di jalan Allah’.”
Lalu Abdullah bin Mas’ud mengatakan, “Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memberitahukan hal-hal tadi kepadaku. Seandainya aku bertanya lagi, pasti beliau akan menambahkan (jawabannya).” (HR. Bukhari dan Muslim)
Tahukah engkau wahai ibu, dunia ini terasa sempit bagiku ketika engkau sedang marah padaku, bahkan lebih sempit dari kamarku. Ketika engkau tidak ridho kepadaku, seolah-olah aku dijauhi dari rahmat Allah yang luas. Tapi, betapa bahagianya diriku ketka engkau sudah tidak marah lagi padaku. Engkau yang ridho kepadaku membuat seolah-olah kamarku seluas bumi tempat kita berpijak.
Dari Abdullah bin ’Umar, ia berkata,
رِضَا الرَّبِّ فِي رِضَا الْوَالِدِ وَ سَخَطُ الرَّبِّ فِي سَخَطِ الْوَالِدِ
“Ridha Allah tergantung pada ridha orang tua dan murka Allah tergantung pada murka orang tua.” (Adabul Mufrod no. 2. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini hasan jika sampai pada sahabat, namun shahih jika sampai pada Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam)
« رَغِمَ أَنْفُهُ ثُمَّ رَغِمَ أَنْفُهُ ثُمَّ رَغِمَ أَنْفُهُ ». قِيلَ مَنْ يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ « مَنْ أَدْرَكَ وَالِدَيْهِ عِنْدَ الْكِبَرِ أَحَدَهُمَا أَوْ كِلَيْهِمَا ثُمَّ لَمْ يَدْخُلِ الْجَنَّةَ »
“Sungguh celaka, sungguh celaka, sungguh celaka.” Ada yang bertanya, “Siapa, wahai Rasulullah?” Beliau bersabda, ”(Sungguh celaka) seorang yang mendapati kedua orang tuanya yang masih hidup atau salah satu dari keduanya ketika mereka telah tua, namun justru ia tidak masuk surga.” (HR. Muslim)
إِمَّا يَبْلُغَنَّ عِنْدَكَ الْكِبَرَ أَحَدُهُمَا أَوْ كِلَاهُمَا فَلَا تَقُلْ لَهُمَا أُفٍّ وَلَا تَنْهَرْهُمَا وَقُلْ لَهُمَا قَوْلًا كَرِيمًا (23) وَاخْفِضْ لَهُمَا جَنَاحَ الذُّلِّ مِنَ الرَّحْمَةِ
“Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan "ah" dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia. Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kesayangan” (QS. Al Israa : 23-24)
لاَ طَاعَةَ فِى مَعْصِيَةٍ ، إِنَّمَا الطَّاعَةُ فِى الْمَعْرُوفِ
“Tidak ada ketaatan dalam melakukan maksiat. Sesungguhnya ketaatan hanya dalam melakukan kebajikan.” (HR. Bukhari dan Muslim)
تُرْفَعُ لِلْمَيِّتِ بَعْدَ مَوْتِهِ دَرَجَتُهُ. فَيَقُوْلُ: أَيِّ رَبِّ! أَيُّ شَيْءٍ هَذِهِ؟ فَيُقَالُ: “وَلَدُكَ اسْتَغْفَرَ لَكَ
“Derajat seseorang bisa terangkat setelah ia meninggal. Ia pun bertanya, “Wahai Rabb, bagaimana hal ini bisa terjadi?” Maka dijawab,”Anakmu telah memohon ampun untuk dirimu.” (Adabul Mufrod, no. 36. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini hasan secara sanad)
Sekali lagi ibu dan ayah, meskipun saat ini kalian jauh dariku, meskipun kalian sudah mendahuluiku (jika Allah menakdirkan demikian), aku akan tetap mendo’akan kalian dimana pun kalian berada, aku akan berdo’a kepada Allah ‘Azza wa Jalla, bukan kepada wali ataupun nabi, tapi hanya kepada Allah Ta’ala, Dzat yang mengabulkan do’a hamba-hamba-Nya,
رَبِّ ارْحَمْهُمَا كَمَا رَبَّيَانِي صَغِيرًا
"Wahai Tuhanku, kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku waktu kecil." (QS. Al Israa : 24)
يَا أَيَّتُهَا النَّفْسُ الْمُطْمَئِنَّةُ (27) ارْجِعِي إِلَى رَبِّكِ رَاضِيَةً مَرْضِيَّةً (28) فَادْخُلِي فِي عِبَادِي (29) وَادْخُلِي جَنَّتِي (30
“Hai jiwa yang tenang. Kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang puas lagi diridhai-Nya. Maka masuklah ke dalam jama'ah hamba-hamba-Ku. Dan masuklah ke dalam surga-Ku” (QS. Al Fajr : 27-30)
Semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala menjaga kita semua dimana pun kita berada meskipun jarak ratusan kilometer memisahkan jasad kita. Semoga Allah Ta’ala memberikan hidayah kepada kita semua agar menjadi muslim yang meneladani Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, dan mengikuti jejak salafus shalih dari kalangan shahabat, tabi’in, dan tabi’ut tabi’in sehingga kita termasuk hamba-hamba-Nya yang ikhlas dan memiliki amal shalih. Sekali lagi, semoga Allah senantiasa menjaga kalian berdua di sana selalu. Hanya kepada Allah kita beribadah dan hanya kepada-Nya kita memohon pertolongan. Wa shallallahu ‘ala nabiyyina Muhammad wa ‘ala alihi wa shahbihi wa sallam.
Di saat merindukan kedua orang tuaku- hafizhahumallahu. Di hari yang mulia, Jum’at, pada tanggal 25 Muharram 1432 H. Di wisma Darut Tauhid Yogyakarta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar